1.
Fakir,
2.
Miskin,
3.
Amil,
4.
Muallaf,
5.
Budak,
6.
Yang Berhutang,
7.
Fisabilillah,
8.
Ibnu Sabil.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan
yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(At-Taubah: 60)
Pertama dan Kedua : Fakir dan
Miskin
Fakir adalah orang yang
membutuhkan dan tidak meminta minta, sedangkan miskin adalah yang
meminta-minta. Keduanya bermacam-macam:
@
orang yang tidak memiliki kekayaan dan
tidak pula pekerjaan
@
orang yang memiliki kekayaan dan
pekerjaan yang tidak mencukupi setengah kebutuhan
@
orang yang memiliki kekayaan dan
pekerjaan yang tidak mencukupi kebutuhan standar
Sedangkan orang kaya yang tidak
boleh menerima zakat adalah orang yang telah memiliki kecukupan untuk diri dan
keluarga.
Ketiga : Amilin,
Yaitu orang-orang yang bertugas
mengambil zakat dari para muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq.
Mereka itu adalah kelengkapan personil dan finasial untuk mengelola zakat. Termasuk
dalam kewajiban imam adalah mengutus para pemungut zakat dan
mendistribusikannya, seperti yang pernah dilakukan Rasulullah dan para khalifah
sesudahnya.
Syarat orang-orang yang dapat dipekerjakan
sebagai amil pengelola zakat, adalah seorang muslim, baligh dan berakal,
mengerti hukum zakat-sesuai dengan kebutuhan lapangan- membidangi pekerjaannya,
dimungkinkan mempekerjakan wanita dalam sebagian urusan zakat, terutama yang
berkaitan dengan wanita, dengan tetap menjaga syarat-syarat syar’i.
Para amil mendapatkan kompensasi
sesuai dengan pekerjaannya. Tidak diperbolehkan menerima suap, meskipun dengan
nama hadiah, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari
Muslim, “Sesungguhnya aku mempekerjakan kalian salah seorang di antaramu
melaksanakan tugas yang pernah Allah sampaikan kepadaku, kemudian datang
kepadaku dan mengatakan: ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku’, apakah ketika ia
duduk di rumah ayah ibunya akan ada hadiah yang menghampirinya?”
Keempat : Muallaf
Mereka itu adalah orang-orang yang
sedang dilunakkan hatinya untuk memeluk Islam, atau untuk menguatkan Islamnya,
atau untuk mencegah keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin, atau
mengharapkan dukungannya terhadap kaum muslimin.
Bagian para muallaf tetap
disediakan setelah wafat Rasulullah saw., karena tidak ada nash (teks Al-Qur’an
atau Sunnah) yang menghapusnya. Kebutuhan untuk melunakkan hati akan terus ada
sepanjang zaman. Dan di zaman sekarang ini keberadaannya sangat terasa karena
kelemahan kaum muslimin dan tekanan musuh atas mereka.
Yang berhak menetapkan hak para
muallaf dalam zakat hanyalah imam (kepala Negara). Dan ketika tidak ada imam,
maka memungkinkan para pemimpin lembaga Islam atau organisasi massa tertentu
mengambil peran ini.
Kelima : Budak
Zakat dapat juga digunakan untuk
membebaskan orang-orang yang sedang menjadi budak, yaitu dengan: Membantu para
budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah tertentu
untuk pembebasan dirinya dari majikannya agar dapat hidup merdeka. Mereka
berhak mendapatkannya dari zakat.
Pada zaman sekarang ini, sejak
penghapusan sistem perbudakan di dunia, mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi
menurut sebagian madzhab Maliki dan Hanbali, pembebasan tawanan muslim dari
tangan musuh dengan uang zakat termasuk dalam bab perbudakan. Dengan demikian
maka mustahik ini tetap akan ada selama masih berlangsung peperangan antara
kaum muslimin dengan musuhnya.
Keenam : Gharimin (orang
berhutang)
Al-Gharim adalah orang yang
berhutang dan tidak mampu membayarnya. Ada dua macam jenis gharim, yaitu: Al-Gharim
untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang berhutang untuk menutup
kebutuhan primer pribadi dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya,
seperti rumah, makan, pernikahan, perabotan. Atau orang yang terkena musibah
sehingga kehilangan hartanya, dan memaksanya untuk berhutang. Mereka dapat
diberi zakat dengan syarat: membutuhkan dana untuk membayar hutang hutangnya
untuk mentaati Allah atau untuk perbuatan mubah hutangnya jatuh tempo saat itu
atau pada tahun itu
tagihan hutang dengan sesama
manusia, maka hutang kifarat tidak termasuk dalam jenis ini, karena tidak ada
seorangpun yang dapat menagihnya. Al-Gharim diberikan sejumlah yang dapat
melunasi hutangnya.
Ketujuh : Fii Sabilillah
Ibnul Atsir berkata, kata
Sabilillah berkonotasi umum, untuk seluruh orang yang bekerja ikhlas untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban, yang sunnah dan
kebaikan-kebaikan lainnya. Dan jika kata itu diucapkan, maka pada umumnya
ditujukan untuk makna jihad. Karena banyaknya penggunaannya untuk konotasi ini
maka sepertinya kata fisabilillah, hanya digunakan untuk makna jihad ini (lihat
Kitab An-Nihayah Ibnu Atsir).
Menurut empat madzhab, mereka
bersepakat bahwa jihad termasuk ke dalam makna fi sabilillah, dan zakat
diberikan kepadanya sebagai personil mujahidin. Sedangkan pembagian zakat
kepada selain keperluan zakat, madzhab Hannafi tidak sependapat dengan madzhab
lainnya, sebagaimana mereka telah bersepakat untuk tidak memperbolehkan
penyaluran zakat kepada proyek kebaikan umum lainnya seperti majid, madrasah,
dan lain-lain.
Kedelapan : Ibnu sabil
Orang yang sedang dalam
perjalanan yang bukan ma’siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Atau
juga orang yg menuntut ilmu di tempat yang jauh yang kehabisan bekal.Mereka
adalah para musafir yang kehabisan biaya di negera lain, meskipun ia kaya di
kampung halamannya. Mereka dapat menerima zakat sebesar biaya yang dapat
mengantarkannya pulang ke negerinya, meliputi ongkos jalan dan perbekalan,
dengan syarat: Ia membutuhkan di tempat ia kehabisan biaya. Perjalanannya bukan
perjalanan maksiat, yaitu dalam perjalanan sunnah atau mubah. Sebagian madzhab
Maliki mensyaratkan: tidak ada yang memberinya pinjaman dan ia mampu
membayarnya.
Penyaluran zakat kepada para
mustahiq
Imam Syafi’i berpendapat bahwa
zakat harus dibagikan kepada delapan kelompok itu dengan merata, kecuali jika
salah satu kelompok itu tidak ada, maka zakat diberikan kepada ashnaf yang
masih ada. Jika muzakki itu sendiri yang membagikan langsung zakatnya, maka
gugur pula bagian amil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar